Menulis Reader Technics

Menulis Reader Technics

21:59
ayaknya sebuah dokumen yang memberikan gambaran kepada panitia penyelenggara dan pihak-pihak terkait yang mengundang band anda untuk manggung,mekanisme dan prosedur yang band anda harapkan untuk mencapai penampilan yang baik.

Technical Riders merupakan sebuah kesepakatan dasar antara band dengan panitia.Tapi untuk mendapatkan itu semua,ada teknik-teknik tertentu yang perlu dan harus di perhatikan.

Disini kita harus memperhatikan beberapa Mekanisme dan Prosedur yang paling mendasar diantaranya :

1. Mekanisme dan Prosedur Transportasi

2. Mekanisme dan Prosedur Administrasi

3. Mekanisme dan Prosedur Teknis Produksi

4. Mekanisme dan Prosedur Akomodasi dan Konsumsi

5. Mekanisme dan Prosedur Penyelenggaraan Acara


Berikut penjelasan mengenai Mekanisme dan Prosedur Transportasi :

1. Mekanisme dan Prosedur Transportasi

Disini anda bisa menyampaikan bentuk transportasi yang anda harapkan.
Biasanya jika kotanya tidak terlalu jauh, misalnya paling lama 12 jam perjalanan dan bisa ditempuh dengan jalan darat,anda bisa menyewa bis micro.Jika hanya 9 orang,anda bisa menyewa L300 atau mobil-mobil minibus lainnya.
Dengan demikian,biasanya anda dan panitia bisa menghemat ongkos,dengan menyewa mobil,panitia tidak perlu lagi menyediakan mobil di kota tempat acara diselenggarakan.

2. Mekanisme dan Prosedur Administrasi

Mekanisme ini menyangkut prosedur pembayaran.Misalnya,berapa honor yang band anda minta untuk panggung yang ditawarkan..'
cara pembayaran (misalnya transfer atau cash) dan lain sebagainya.Sebaiknya,anda juga mencantumkan bahwa band anda hanya menerima Cash Transfer,karena pembayaran melalui Cek dan Giro akan sedikit rumit di belakang hari,kecuali manajer anda sudah paham benar dengan masalah administrasi perbankan.
Disini juga sebaiknya cantumkan nomor rekening band anda (sebaiknya gunakan Bank BCA atau Bank Mandiri) dan batas waktu pembayaran.

3. Mekanisme dan Prosedur Teknis Produksi

Definisi teknis produksi disini biasanya hanya mencakup produksi show saja.Jadi,pada section ini,anda sebaiknya mencantumkan List Equipment yang anda perlukan.
Jika ada alat musik sendiri dan tidak mempunyai sistem amplifikasi,maka cantumkan anda perlu amplifier apa.

mengatasi suara fals rekaman

21:58
kenapa saya tetap saja ingin berbagi sesuatu kepada anda semua yang mungkin berguna bagi anda untuk mengetahui lebih dalam tentang musik.

Ceritanya hari ini saya kebagian tugas untuk mengedit rekaman yang vocalnya lumayan melenceng dari musiknya alias fals..!!'
Sudah beberapa kali track,tapi masiiiiiiiihhh saja fals,membuat saya akhirnya kerepotan sendiri mengatasi suara fals itu agar pas dengan musiknya.
Lumayan memusingkan sich.. tapi mau gimana lagi dari pada harus mengulang terus,jadi lebih baik saya edit saja.

Dengan mencoba berbagai cara dan berbagai software,akhirnya saya memilih software cubase 5 untuk mengakalinya.

1. Pastinya buka dulu donk software cubase'nya yang sudah di instal.. hehee..

2. Open project (klik file => Open)

3. Pilih projectnya lalu klik open

4. To be Patient sampai loading selesai..!!' (bersabar lebih baik karena loadingnya lumayan lama) hahaaa..

5. Setelah terbuka,pilih salah satu track/bar vocal yang ingin di edit dan lakukan double klik

6. Klik gambar segitiga yang berada di samping tulisan Pitch dan Warp

7. Edit pitch vocal yang fals.Caranya dengan mengklik salah satu bar yang fals,turun atau dinaikan sesuai dengan pitch sebenarnya.

Yuhuuuuuuuuuuu... vocal sudah tidak fals lagi dan akhirnya selesai sudah 
Mereset keyboard yamaha

Mereset keyboard yamaha

21:56
Ada ular didalam hardcase saya...!!!' hahahaaaaa... Gak diinnkk... :devilishgrin:

Maksudnya setelah saya coba dan ceksound sebentar,ternyata keyboard saya erorr..!!!' Saat itu saya panik bukan main karena acara dimulai sekitar setengah jam lagi.Akhirnya saya pulang untuk menukar keyboard.Untung saja masih ada cadangan keyboard lain untuk saya pakai dan tidak sedang dipakai oleh Ayah saya.Kebetulan Ayah saya seorang player keyboard juga seperti saya.
Oooppzztt'.. ayah yang seperti saya atau saya yang seperti ayah ya..??'Whatever pokoknya gitu dech..:inlove:

Lalu saya kembali ke TKP..' (Busyeettt... kayak pembunuhan aja pake TKP segala) hihihiiii....:puppyeyes:Maksudnya saya kembali ke acara tersebut dan Alhamdulillah cukup lancar tanpa hambatan apapun.
Setelah acara selesai,saya langsung pulang ke rumah karena saya masih penasaran dengan keyboard erorr itu.Sampai dirumah,cuma ganti baju lalu langsung mencoba keyboard yang erorr tadi.
Saya penasaran,kenapa keyboard saya kok bisa erorr ya..??'

Sewaktu saya sedang sibuk mengotak-atik keyboard,My Mom tercinta menghampiri saya dan bertanya.Keyboardnya kenapa Darsono..???':blush:
Ibu memanggilku Darsono gara-gara saya memangkas habis rambut saya seperti rambutnya Conny Dio.Tau kan rambutnya Conny Dio..??'Kalo ga tau,tanya sama mbah google aja ya.. hehehee..
Lalu saya jawab,"keyboardnya erorr,Makanya tadi pulang sebentar tukar keyboard" Lalu ia berkata "Oh... Kemarin sih Della ke rumah dan dia minta mainan keyboard,jadi ya dipasang keyboardnya dari pada nangis"
hmmm.... ternyata Della yang sedang mencoba bersaing dengan saya ingin menjadi player juga..!!!' :scream:Della itu Adik sepupu saya,anaknya tante saya.Umurnya baru 3,5 tahun,tapi Masya Allah.. Cerdas bukan main..!!!' Apapun yang ia lakukan tidak bisa membuat saya marah sekalipun ia sudah membuat erorr keyboard saya..
Many worlds or many words?

Many worlds or many words?

06:39
I’ve been rereading Max Tegmark’s 1997 paper on the Many Worlds Interpretation of quantum mechanics, written in response to an informal poll taken that year at a quantum workshop. There, the MWI was the second most popular interpretation adduced by the attendees, after the Copenhagen Interpretation (which is here undefined). What, Tegmark asks, can account for the robust, even increasing, popularity of the MWI even after it has been so heavily criticized?

He gives various possible reasons, among them the idea that the emerging understanding of decoherence in the 1970s and 1980s removed the apparently serious objection “why don’t we perceive superpositions then?” Perhaps that’s true. Tegmark also says that enough experimental evidence had accumulated by then that quantum mechanics really is weird (quantum nonlocality, molecular superpositions etc) that maybe experimentalists (apparently a more skeptical bunch than theorists) were concluding, “hell, why not?” Again, perhaps so. Perhaps they really did think that “weirdness” here justified weirdness “there”. Perhaps they had become more ready to embrace quantum explanations of homeopathy and telepathy too.

But honestly, some of the stuff here. It’s delightful to see Tegmark actually write down for once the wave vector for an observer, since I’ve always wondered what that looked like. This particular observer makes a measurement on the spin state of a silver atom, and is happy with an up result but unhappy with a down result. In the former case, her state looks like this: |☺>. The latter case? Oh, you got there before me: |☹>. These two states are then combined as tensor products with the corresponding spin states. These equations are identified by numbers, rather as you do when you’re doing science.

Well, but what then of the objection that the very notion of probability is problematic when one is dealing with the MWI, given that everything that can happen does happen with certainty? This issue has been much debated, and certainly it is subtle. Subtler, I think, than the resolution Tegmark proposes. Let’s suppose, he says, that the observer is sleeping in bed when the spin measurement is made, and is placed in one or other of two identical rooms depending on the outcome. Yes, I can see you asking in what sense she is then an observer, and invoking Wigner’s friend and so on, but stay with me. You could at least imagine some apparatus designed to do this, right? So then she wakes up and wonders which room she is in. And she can then meaningfully calculate the probabilities – 50% for each. And, says Tegmark, these probabilities “could have been computed in advance of the experiment, used as gambling odds, etc., before the orthodox linguist would allow us to call them probabilities.”

Did you spot the flaw? She went to sleep – perhaps having realized that she’d have a 50% chance of waking up in either room – and then when she woke up she could find out which. But hang on – she? The “she” who went to sleep is not the “she” who woke up in one of the rooms. According to this view of the MWI, that first she is a superposition of the two shes who woke up. All that first she can say is that with 100% certainty, two future shes will occupy both rooms. At that point, the “probability” that “she” will wake up in room A or room B is a meaningless concept. “She”, or some other observer, could still place a bet on it, though, right, knowing that there will be one outcome or the other? Not really – rational betters would know that it makes no difference, if the MWI holds true. They’ll win and lose either way, with certainty. I wonder if Max, who I think truly does believe the MWI, would place a bet?

The point, I think, is that a linguist would be less bothered by the definition of “probability” here than by the definition of the observer. Posing the issue this way involves the usual refusal to admit that we lack any coherent way to relate the experiences of an individual before a quantum event (on which their life history is contingent) to the whole notion of that “same” individual afterwards. Still, we have the maths: |☺> + |☹> (pardon me for not normalizing) becomes |☺> and |☹> afterwards. And in Tegmark’s universe, it’s the maths that counts.

Oh, and I didn’t even ask what happens when the probability of the spin measurements is not 50:50 but 70:30. Another day, perhaps.